MEDIA UTAMA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) laksanakan Rapat Koordinasi dengan Gubernur Kalimantan Timur bersama DPRD Kaltim dan DPRD Kabupaten/Kota se-Kaltim, Kamis (14/10/2021)
Rakor dengan agenda Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi ini mendapat apresiasi Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK.
“Kami tentu mengapresiasi langkah yang dilakukan KPK, dengan upaya preventif program yang dilaksanakan tentu akan membantu bagi dewan agar tidak ada keragu-raguan terutama menyangkut soal pokir (pokok-pokok pikiran DPRD) yang selama ini terkesan dianggap tabu. Semoga arahan yang diberikan bisa digunakan dalam menjalankan amanah dan tugas-tugas kedewanan,” terang Makmur.
Kegiatan ini dihadiri pula secara langsung oleh Gubernur Kaltim Isran Noor, Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo didampingi Sekretaris DPRD Kaltim Muhammad Ramadhan. Serta secara virtual Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur.
Sementara itu, Ketua KPK RI Firli menyampaikan sejumlah arahan yang berkaitan dengan upaya pencegahan korupsi dengan pola mengevaluasi melalui data-data yang diperoleh dari kabupaten/kota untuk kemudian ditindak lanjuti dalam bentuk kajian hingga ke kepala daerah.
“Terdapat indikator yang bisa dihitung untuk melihat kesejahteraan masyarakat, yaitu angka kemiskinan, pengangguran, angka kematian ibu melahirkan, kematian bayi, indeks pembangunan manusia, pendapatan perkapita dan angka genio ratio,” ungkap Firli.
Hal itu menurut Firli sesuai dengan tujuan nasional Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Selain itu, Firli juga memberi sejumlah pemahaman tentang perbedaan gratifikasi, suap dan pemerasan. Yang mana suap terjadi dengan kesepakatan dan biasanya dilakukan secara rahasia dan tertutup. Sementara pemerasan terjadi jika ada permintaan sepihak dari penerima, bersifat memaksa dan penyalahgunaan kekuasaan. Begitupun dengan gratifikasi, yaitu berhubungan dengan jabatan, bersifat tanam budi namun tidak memerlukan kesepakatan. (*)